Komentar Kemendagri Terkait Perseteruan Ahok - Lulung
Friday, August 2, 2013
Edit
Komentar Kemendagri Terkait Perseteruan Ahok - Lulung : Selain Ketua Fraksi DPRD DKI Johny Polii, Kementerian Dalam Negeri pun berkomentar singkat. Kemendagri menolak berkomentar panjang soal permintaan Fraksi PPP DPRD DKI Jakarta untuk menegur Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Juru bicara Kementerian, Restuardi Daud, menilai permintaan untuk menegur Wakil Gubernur tersebut sulit diukur secara aturan.
“Karena itu kaitannya personal jadi sangat subyektif,” katanya saat dihubungi, Selasa, 30 Juli 2013.
Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Provinsi DKI Jakarta meminta kepada Menteri Dalam Negeri agar menegur Ahok atas pernyataan-pernyataannya selama ini. Dalam persoalan pedagang Tanah Abang, Ahok dituding menghina Abraham 'Haji Lulung' Lunggana, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PPP.
PPP menilai pernyataan dan sikap arogansi Ahok sering kontroversial sehingga tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang itu menyebutkan kepala daerah dan wakil kepala daerah berkewajiban menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Restuardi mengatakan sikap dan gaya bicara Ahok yang cenderung ceplas-ceplos merupakan kepribadian yang bersangkutan. Karena itu, Kementerian disebutnya belum memutuskan apakah sikap tersebut tergolong menyalahi perundang-undangan atau tidak. “Kalau dalam kasus (mantan) Bupati Garut, kan, jelas ukuran pelanggarannya, tapi kalau itu sulit (diukur),” kata dia.
Kementerian Dalam Negeri masih mempelajari surat permohonan Fraksi PPP tersebut.
Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Provinsi DKI Jakarta meminta kepada Menteri Dalam Negeri agar menegur Ahok atas pernyataan-pernyataannya selama ini. Dalam persoalan pedagang Tanah Abang, Ahok dituding menghina Abraham 'Haji Lulung' Lunggana, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PPP.
PPP menilai pernyataan dan sikap arogansi Ahok sering kontroversial sehingga tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang itu menyebutkan kepala daerah dan wakil kepala daerah berkewajiban menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Restuardi mengatakan sikap dan gaya bicara Ahok yang cenderung ceplas-ceplos merupakan kepribadian yang bersangkutan. Karena itu, Kementerian disebutnya belum memutuskan apakah sikap tersebut tergolong menyalahi perundang-undangan atau tidak. “Kalau dalam kasus (mantan) Bupati Garut, kan, jelas ukuran pelanggarannya, tapi kalau itu sulit (diukur),” kata dia.
Kementerian Dalam Negeri masih mempelajari surat permohonan Fraksi PPP tersebut.
“Kalaupun ada (kesalahan Ahok), mungkin sifatnya imbauan saja, tidak sampai teguran atau sanksi,” katanya.
Meski begitu, dia menegaskan, Ahok berkewajiban menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal itu disebutnya sudah diatur dalam undang-undang sehingga harus dipatuhi oleh setiap pejabat publik. ”Dalam kapasitasnya, beliau berkewajiban menjaga etika dan norma,” ujarnya menambahkan.
Meski begitu, dia menegaskan, Ahok berkewajiban menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal itu disebutnya sudah diatur dalam undang-undang sehingga harus dipatuhi oleh setiap pejabat publik. ”Dalam kapasitasnya, beliau berkewajiban menjaga etika dan norma,” ujarnya menambahkan.
Sedangkan disisi lain, Ketua Fraksi Demokrat DPRD DKI Johny Polii mengungkapkan bahwa gaya ceplas-ceplos Ahok adalah merupakan ciri khasnya dalam memimpin dan kita harus maklumi itu. Lagian, ia menambahkan, bahwa Ahok sendiri tidak menuding atau menyebutkan secara langsung nama tertentu dalam statemennya, bahkan tidak mengarah ke pribadi tertentu. Ia hanya mengucapkannya secara gamblang dan yang sudah umum diketahui.
Sedangkan Jokowi mengharapkan agar masalah ini jangan tambah dipanas-panasi.
Sedangkan Jokowi mengharapkan agar masalah ini jangan tambah dipanas-panasi.