Syiar Islam pakai Perilaku, Bukan Dengan Pengeras Suara (KH Masdar Farid Masudi, Dewan Masjid Indonesia)
Friday, May 31, 2013
Edit
KH Masdar Farid Masudi mengatakan sedang mewacanakan kegiatan ceramah yang tidak perlu diperdengarkan hingga ke luar area masjid. KH Masdar Farid Masudi, yang merupakan wakil Ketua Umum Harian Dewan Masjid Indonesia, mengatakan "Kami (Dewan Masjid Indonesia) sedang berwacana untuk tidak memperdengarkan ceramah ke luar masjid," kata Masdar dalam acara Tabligh Akbar bertema Khawarij dan Dajjal Salafi, Wahabi Amalan Sunnah yang dianggap Bidah di Masjid, Al Ikhlas, Mekarsari, Bekasi Timur, Minggu 26 Mei 2013.
"Kalau adzan kan mengajak untuk solat, jadi boleh," ujar MAsdar. Namun pada saat ceramah, atau memberi tausiyah, menurutnya, pengeras suara itu, hanya perlu di dalam masjid saja, tidak sampai diperdengarkan ke luar masjid, hingga lingkungan di sekitar masjid mendengar ceramah itu. "Masjid ada loudspeaker boleh, tapi hanya untuk di dalam saja. Jangan diperdengarkan di luar. Kan ganggu," katanya.
"Kalau adzan kan mengajak untuk solat, jadi boleh," ujar MAsdar. Namun pada saat ceramah, atau memberi tausiyah, menurutnya, pengeras suara itu, hanya perlu di dalam masjid saja, tidak sampai diperdengarkan ke luar masjid, hingga lingkungan di sekitar masjid mendengar ceramah itu. "Masjid ada loudspeaker boleh, tapi hanya untuk di dalam saja. Jangan diperdengarkan di luar. Kan ganggu," katanya.
Seperti yang dilansir dari harian merdeka pada sabtu, 31 Mei 2013, Menurut Masdar, pemakaian pengeras suara masjid juga mencerminkan sikap dan perilaku umat Islam. “Orang akan melihat orang Islam dari perilaku dimunculkan, mulia akhlaknya, memahami orang lain, santun," katanya. "Justru itulah syiar sejati. Intinya akhlak, bukan suara keras dan menggertak."
Menurutnya, apabila memang ada yang mau mendengarkan tausiyah atau pembacaan ayat suci Al Quran, maka sebaiknya orang itu datang ke masjid. Ceramah yang diperdengarkan melalui pengeras suara itu, menurut Masdar, hanya diperlukan bagi orang yang datang ke masjid. Sedangkan lingkungan sekitar belum tentu perlu mendengar tausiyah atau ceramah itu. "Orang yang datang (ke masjid) itu kan artinya dia butuh tausiyah, kalo orang luar masjid kan antah berantah dan tidak jelas, apa dia butuh atau tidak," katanya berargumen.
Selain itu, suara ceramah yang keras dan biasanya memakan waktu lama itu juga berpotensi mengganggu ketenangan masyarakat sekitar. Masdar berpendapat belum tentu lingkungan sekitar menyukai isi ceramah itu, atau lingkungan sekitar adalah orang berbeda agama. "Belum tentu juga dia (lingkungan sekitar mesjid, red) sepaham dengan khotbah yang berapi-api itu," sambungnya.
"Kalau diperdengarkan itu kan seperti kita ditelanjangi. Orang jadi tahu semua informasi baik dan buruk kita" lanjutnya memberikan alasan bahwa selain dapat mengusik ketenangan lingkungan sekitar atas suara ceramah itu, informasi yang disampaikan dalam ceramah atau khotbah Islam akan terlalu membuka rahasia dan aturan-aturan agama Islam. Ini semua kemudian menjadi bahan kajian bersama selanjutnya.
"Kalau diperdengarkan itu kan seperti kita ditelanjangi. Orang jadi tahu semua informasi baik dan buruk kita" lanjutnya memberikan alasan bahwa selain dapat mengusik ketenangan lingkungan sekitar atas suara ceramah itu, informasi yang disampaikan dalam ceramah atau khotbah Islam akan terlalu membuka rahasia dan aturan-aturan agama Islam. Ini semua kemudian menjadi bahan kajian bersama selanjutnya.
Masih seperti yang dilansir dari harian merdeka, bahwa kemungkinan hal ini tidak perlu dibuatkan fatwa karena ini semua bisa kita lakukan dengan kesadaran sendiri tampa perlu diatur.